Monthly Archives: February 2013

Rajin Ikut Pameran, Monica Dulang Ratusan Juta dari Keeksisan Romantic Cotton

Berawal dari keinginan sang anak
yang ingin punya usaha sendiri,
Monica Subiakto sukses berbisnis
fashion. Ia setia mengikuti pameran
untuk mempromosikan merek
Romantic Cotton. Kini, omzet
ratusan juta rutin dia kantongi
setiap bulan.

Dalam sebuah pameran yang digelar
di Jakarta Convention Center (JCC)
beberapa saat lalu, ada satu stan
yang tampil beda. Dekorasinya
cantik dan elegan. Gaya klasik yang
berpadu dengan warna lembut
mampu memikat banyak mata.
Banyak pengunjung pun singgah
untuk melihat koleksi baju dan
pernik aksesori yang dipajang.
Itulah stan Romantic Cotton, brand
pakaian yang kini lekat dengan
kalangan perempuan kelas atas
Ibukota. Setiap kali mengikuti suatu
pameran, gerai Romantic Cotton
selalu terlihat ramai. Pelanggan
seolah tidak mau melewatkan
koleksi-koleksi terbaru hasil karya
Monica Subiakto.

Monic, panggilan akrab pemilik
Romantic Cotton, memang
mengandalkan pameran sebagai
gerai penjualannya. Berkat
keikutsertaannya di berbagai
pameran inilah, nama Romantic
Cotton banyak dikenal. Bahkan, saat
merintis usahanya empat tahun
silam, Monic juga memanfaatkan
ajang pameran, entah di sekolah
ataupun di lingkungan tempat
tinggalnya.

Monic mengawali usaha garmen ini
berangkat dari keinginan sang anak,
Amanda, untuk memiliki usaha
sendiri. Dengan modal Rp 3 juta,
perempuan yang pernah bekerja di
Danar Hadi dan Matahari
Department Store hingga belasan
tahun ini menjual kaus-kaus impor
asal Bangkok, Thailand. Ia
memperoleh kaus itu dari seorang
temannya.
Melihat respons yang cukup bagus,
kemudian, Monic memberanikan
diri untuk membuat produk sendiri.

Berdagang enam bulan, modalnya
berlipat. Akhirnya, dengan Rp 12,5
juta, Monic memulai usaha garmen
sejak Juli 2008.
Beruntung, ketika masih bekerja, ia
kerap berhubungan dengan
pengusaha konveksi, baik di daerah
maupun di Jakarta. Monic pun
menerapkan strategi maklun atau
cut, make, & trim (CMT). Ia
memberikan contoh beberapa
pakaian jadi kepada para pengusaha
konveksi mitranya. Selanjutnya,
mereka tinggal meniru sekaligus
membuat beberapa ukuran.
Monic memang tak mendesain
sendiri pakaiannya. Desain pakaian
yang menjadi contoh, adakalanya,
merupakan hasil hasil perburuannya
di luar negeri. Tapi, seringkali ide
datang ketika ia tak puas melihat
baju-baju hasil buruannya. “Lantas,
saya ubah bahan, aplikasi, hingga
modelnya,” kata Monic yang
memperoleh inspirasi dari Laura
Ashley, pendiri sekaligus merek
fashion dan interior ternama asal
Inggris.

Untuk membedakan produknya
dengan garmen yang lain, Monic
memilih hanya memakai warna
tertentu, seperti dusty pink, mint
green , dan mustard yellow,
“ Warna-warna yang lembut ini
belum banyak dipakai desainer di
Indonesia,” tuturnya.
Raja katun
Sesuai dengan namanya, Monic pun
sengaja hanya memilih bahan-bahan
katun sejak awal. “Bahan ini sangat
cocok untuk cuaca di Indonesia,”
tuturnya. Ia rela keluar masuk
pasar tradisional untuk berburu
kain katun karena seringkali toko-
toko lama menyimpan stok kain
berkualitas.

Memiliki selera yang baik dan
pandai membaca keinginan
konsumen menjadi kunci sukses
Monic mengembangkan usahanya.
Tak heran, ia pun berhasil masuk ke
pasar fashion kelas atas meski harus
bersaing dengan beberapa brand
yang lebih dulu eksis.
Pada akhirnya, etalase Romantic
Cotton tak hanya di pameran saja.

Selain datang langsung ke
kediamannya di kawasan Kemang
Pratama, pelanggan juga sering
meminta Monic mengirim baju-baju
ke rumah mereka untuk dipilih.
“Biasanya, mereka memborong
beberapa baju sekaligus,” ujar
sarjana ekonomi dari Universitas
Negeri 11 Maret, Solo ini.
Setelah berhasil mengembangkan
merek Romantic Cotton, Monic
ingin membuat produk lain. Ia juga
memanfaatkan kain perca, sisa
produksi baju-bajunya, untuk
disulap menjadi berbagai aksesori
unik. Monic juga memproduksi
produk-produk houseware dan
boneka. “Pokoknya serba katun,
saya ingin menjadi raja katun di
Indonesia,” ujarnya.
Untuk memproduksi pakaian dan
aksesori, Monic telah menggandeng
15 pengusaha konveksi. Mereka
tersebar dari Jakarta, Solo, hingga
Surabaya.
Ia masih setia berkeliling dari satu
pameran ke pameran lainnya.
Bahkan, perempuan ramah ini
sering terlihat ikut melayani
pembeli di stan Romantic Cotton
bersama beberapa karyawannya.
“Boleh dibilang JCC adalah rumah
kedua saya,” tutur Monic.

Dalam sebulan, Monic
menjadwalkan ikut dalam tiga
pameran. Lantaran, nama Romantic
Cotton sudah terkenal, ia tak perlu
repot mencari stan di pameran
karena biasanya penyelenggara
pameran yang akan mengajaknya
untuk ikut dalam pameran mereka.
Tak heran, biasanya, Monic sudah
mengantongi jadwal pameran
setahun ke depan.

Tiap pameran, Monic bisa
mencetak omzet puluhan juta
rupiah. Total, tiap bulan, Monic
bisa mengantongi pendapatan
hingga ratusan juta rupiah.( J. Ani Kristanti )

sumber: http://mobile.kontan.co.id/news/rajin-ikut-pameran-monica-eksis-di-bisnis-fashion/2013/01/07

Stanly, Anak Petani yang Kini Jadi Bos Bengkel dan Onderdil Mobil Beromzet Milyaran

Memulai suatu usaha tidaklah
gampang, tapi juga tidak mustahil
untuk sukses. Asal ada tekad dan
kemauan kuat, pasti suatu saat akan
berhasil. Stanly Erungan (40 tahun),
seorang anak petani dari Manado
membuktikan hal itu.
Kini, Stanly sukses menjadi
pengusaha bengkel mobil dengan
omzet di atas Rp 1 miliar per bulan.
Tekad menjadi pengusaha sudah
muncul saat ia masih bekerja di
sejumlah perusahaan besar, seperti
Astra.
Stanly sudah bekerja di Astra sejak
lulus dari Universitas Padjajaran
(Unpad) Bandung tahun 1996. Di
Unpad, ia mengambil jurusan
komputer, khususnya bidang
informasi teknologi.
Lama bekerja di Astra, anak ketiga
dari empat bersaudara ini sudah
menduduki posisi penting di
perusahaan itu. Namun, tekadnya
yang kuat untuk menjadi
pengusaha, tidak menghalangi
niatnya untuk terjun ke dunia
bisnis.
“Sejak dulu, saya sudah
menargetkan bahwa pada usia
menjelang 40 tahun harus
mendirikan usaha sendiri,” katanya.
Begitu keluar dari Astra pada 2001,
Stanly tidak langsung terjun ke
dunia bisnis dan mendirikan usaha
sendiri. Saat itu, ia sempat
bergabung dulu di salah satu
perusahaan oli di Jakarta.
Di perusahaan ini, ayah dua anak
ini semakin memiliki jaringan yang
kuat di dunia otomotif. Saat itu, ia
rutin memasok oli ke sejumlah
pengusaha truk, bus, dan kendaraan
lainnya. “Saya akhirnya memiliki
banyak kenalan,” kata suami dari
Maria Natalia ini.
Bermodal jaringan itu, pada 2008,
Stanly lantas memilih keluar dari
perusahaan oli dan fokus mengelola
bengkel mobil di bawah bendera
usaha PT Mitra Jaya Agung Motor
yang bermarkas di Cikokol,
Tangerang, Banten.
Stanly mengembangkan usaha
bengkel ini dengan merek Mitra
Service Car (MSC). Bisnis bengkel
sebenarnya sudah dirintis sejak
tahun 2007, saat ia masih di
perusahaan oli. “Namun, saat itu
yang saya dirikan usaha bengkel
motor,” ujarnya.
Setelah dua tahun berjalan, bengkel
motor itu kemudian dijualnya pada
2009. Setelah itu, ia fokus
membesarkan usaha bengkel mobil
miliknya. Selain bengkel, ia juga
menyediakan aneka onderdil mobil
dengan merek sendiri, yakni AQ
Genuine.
“Saya beri nama AQ yang artinya
kualitas nomor satu,” ujarnya.
Onderdil yang dipasarkannya
kebanyakan khusus buat bus dan
truk. Di bisnis ini, ia juga
memberikan layanan perawatan
onderdil.
Dengan begitu, pelanggan tidak lagi
pusing jika butuh perawatan dan
penggantian onderdil
kendaraannya. Berkat usahanya ini,
Stanly bisa meraup omzet di atas Rp
1 miliar per bulan.
Selain menjual onderdil dengan
merek sendiri, Stanly juga
mengimpor onderdil kendaraan lain
yang umumnya berasal dari Eropa.
Setelah merasa mantap dengan
perkembangan usahanya, pada
tahun 2012, ia resmi membuka
peluang usaha waralaba. Saat ini, ia
telah memiliki enam gerai MSC, dan
lima di antaranya milik
terwaralaba.

Sebelum sukses membesarkan
usaha bengkel mobil dengan merek
Mitra Service Car, Stanly Erungan
pernah bekerja di sejumlah
perusahaan besar.
Salah satunya di Grup Astra. Di
perusahaan ini, Stanly pernah
menangani bagian penjualan. Lepas
dari Astra, ia kemudian bergabung
di sebuah perusahaan oli terkemuka
di Jakarta.
Di perusahaan oli ini, Stanly
menjabat sebagai manajer
pengembangan bisnis. Di posisi ini,
ia bertanggung jawab, mulai
rekrutmen karyawan baru sampai
presentasi kondisi perusahaan.
Bahkan, ia juga diserahi tugas
menarik pelanggan.
Ia pun kerap memasok oli ke
sejumlah perusahaan besar,
khususnya pengelola bus, travel,
dan truk. Dengan pekerjaan itu,
relasi yang dimiliknya di sektor
otomotif semakin kuat.
Pengalaman itu membuat wawasan
dunia pemasarannya semakin luas.
Kendati menempati posisi penting,
keinginan yang kuat untuk memiliki
usaha sendiri mendorong Stanly
untuk mengundurkan diri dari
perusahaan itu.
Pada 2008, Stanly mulai merintis
usaha bengkel dan onderdil mobil.
Berbekal pengalaman kerja di
perusahaan terkemuka, tekadnya
untuk membesarkan usaha sendiri
semakin kuat.
Bisnis bengkel mobil ini merupakan
kelanjutan dari bisnis bengkel
motor yang sudah dirintisnya sejak
2007. Namun, karena prospeknya
kurang bagus, pada 2009, ia
menjual bengkel motor itu. Sejak
itu, ia fokus membesarkan usaha
bengkel mobil. Kini, omzetnya
sudah lebih dari Rp 1 miliar per
bulan.
Saat awal merintis usaha, Stanly
langsung mendekati relasi-relasi
yang dimilikinya, seperti pengelola
bus, travel, dan truk untuk diajak
bekerjasama. Dengan pengalaman
dan latar belakang yang dimilikinya,
tak sulit bagi Stanly untuk
meyakinkan para relasinya itu.
Mirip dengan yang dilakukannya
saat masih bekerja di perusahaan
oli, Stanly pun memasok aneka
onderdil sekaligus jasa
perawatannya ke sejumlah pool bus,
travel, dan truk milik pelanggannya.
Ketika pelanggan membutuhkan
onderdil tertentu, ia tinggal
mengambil barang milik Stanly yang
sudah ditaruh di tempat mereka.
Cara ini termasuk efektif dan efisien
ketimbang baru menyediakan
onderdil ketika pelanggan
membutuhkannya.
Setiap bulan, konsumen tinggal
membayar pemakaian onderdil itu.
Stanly juga menyediakan jasa servis
di setiap pool milik pelanggan.
“Jadi, mulai proses penyediaan
onderdil sampai servis, kami
menyediakan semua,” kata Stanly.
Stanly bilang, kunci sukses strategi
pemasaran ini terletak pada
kreativitas yang dikembangkan
terus menerus. Tanpa kreativitas
pemasaran, pelayanan prima, dan
didukung oleh produk berkualitas,
bisnis sulit berkembang.
Selain itu, untuk menjaga kepuasan
pelanggan, Stanly membuat sistem
layanan servis secara online di
setiap bengkelnya.
Dengan cara ini, ia bisa memantau
seluruh proses perawatan
kendaraan di setiap bengkel
miliknya, mulai pada proses
pengecekan  jumlah kendaraan yang
sedang diperbaiki, kinerja montir,
hingga harga yang harus dibayar
konsumen.

Kendati telah sukses membesut
usaha bengkel dan onderdil mobil
di bawah bendera Mitra Service Car
(MSC), insting dan naluri bisnis
Stanly Erungan tidak juga surut.
Terbukti, ia masih terus ekspansi
dengan merambah bisnis baru.
Tahun lalu, misalnya, Stanly
merintis usaha rental atau
penyewaan mobil. Bisnis rental
mobil ini memang masih skala kecil
karena ia baru mengoperasikan tiga
unit mobil.
Ke depan, Stanly bertekad terus
menambah armada mobilnya ini.
Kendati masih fokus membesarkan
bisnis rental mobil, dia mengaku
masih akan melanjutkan ekspansi
dengan merambah sektor-sektor
lain yang menjanjikan peluang dan
keuntungan.
Salah satu yang diliriknya adalah
bisnis jasa ekspedisi pengiriman
barang. Ia berencana mendirikan
usaha ekspedisi tahun ini juga.
Salah satu alasannya masuk bisnis
ini adalah keinginan untuk
melancarkan proses pengiriman
logistik dari perusahaan onderdil
miliknya.
Selama ini, ia kerap kesulitan
melakukan pengiriman barang,
terutama pada malam hari atau
pada saat musim liburan. Berangkat
dari kesulitan itu, ia melihat
peluang di bisnis ekspedisi.
Stanly menargetkan, perusahaan
ekspedisi tersebut sudah berdiri
paling lambat akhir tahun 2013.
Soal perkiraan biaya investasi, ia
mengaku masih menghitungnya.
“Tapi, kami perkirakan butuh modal
kurang lebih Rp 50 miliar untuk
membangun perusahaan logistik
ini,” ujarnya. Lantaran butuh biaya
besar, Stanly tidak akan merintis
usaha ini sendirian.
Ia sudah menggandeng sebuah
perusahaan yang akan mendanai
seluruh kebutuhan pendirian
perusahaan tersebut. Stanly sendiri
bakal menjadi pengelola bisnis
tersebut. “Jadi, investor yang akan
masuk hanya menyertakan modal,”
ujarnya.
Stanly akan mengembangkan usaha
ini menjadi terintegrasi dengan
bisnis onderdil dan bengkel
miliknya. Dengan adanya
perusahaan ekspedisi, ia bisa
leluasa melayani pesanan pelanggan
dan mitranya di sejumlah wilayah.
Dalam mengelola usaha ini, Stanly
juga akan membuka layanan selama
24 jam penuh, bahkan tidak ada
hari libur dalam setahun.
Strategi ini diharapkan bisa
memuaskan seluruh pelanggannya,
baik pengguna jasa ekspedisi
maupun konsumen pengguna
onderdil dan bengkelnya. “Dengan
demikian, kami bisa memberikan
pelayanan lebih kepada pelanggan,”
ujarnya.
Stanly optimistis, seluruh unit
usahanya ini kelak akan menjadi
besar dan saling terintegrasi satu
sama lain. Kendati berencana
merambah bisnis lain, Stanly tetap
berambisi membesarkan bisnis
bengkel dan onderdil mobilnya.

Di bisnis ini, ia berharap jaringan
bengkel MSC bisa merambah
pelbagai kota di Indonesia. Selain
lewat jalur waralaba atau
kemitraan, ia juga bakal
mengembangkan usaha bengkelnya
dengan menggandeng pemerintah
daerah.
“Kami akan menawarkan jasa
perawatan dan penjualan onderdil
untuk kebutuhan kendaraan dinas di
daerah -daerah,” bebernya.
Lewat kerjasama itu, Stanly
menjamin banyak manfaat yang
didapat pemerintah. Salah satunya
dapat menekan anggaran biaya
pemeliharaan mobil dinas.
Dengan sistem online yang
dikembangkannya, setiap
pemerintah daerah yang
menggunakan jasa bengkelnya bisa
memantau seluruh proses
perawatan kendaraan dinas.
Dengan begitu, setiap bagian
administrasi daerah bisa
mengetahui berapa jumlah
anggaran dan pengeluaran bulanan
buat perawatan kendaraan dinas,
sekaligus mengendalikannya.
(Noverius Laoli)

sumber: http://mobile.kontan.co.id/news/setelah-bengkel-stanly-garap-bisnis-ekspedisi-3/2013/01/16

Hendrik, Memulai dari Bawah,Sang Mantan Akuntan Ini Kini Sukses Berjualan Anchor Beromzet Milyaran

Dalam usaha apa pun, jangan
pernah menyepelekan kepercayaan
konsumen. Menganut prinsip itu,
Hendrik Sutjiatmadja sukses
memasarkan produk konstruksi asal
Jerman, Fischer. Omzetnya kini
mencapai Rp 30 miliar per tahun.
Para pelaku bisnis konstruksi yang
menggarap proyek besar tentu tak
asing dengan angkur ( anchor). Alat
serupa mur besar ini berfungsi
sebagai pengikat baja atau beton
pada bangunan dan dinding agar
barang yang dipasang terikat kuat.
Salah satu merek yang terkenal
adalah Fischer, asal Jerman.

Memang, harga aneka produk
angkur Fischer tidak bisa dibilang
murah. Tapi, keandalannya sudah
diakui. Nah, di balik kesuksesan
produk Fischer di bisnis konstruksi
di Indonesia ada nama Hendrik
Sutjiatmadja. Lewat PT Bersama
Bangun Persada, Hendrik menjadi
distributor resmi Fischer di
Indonesia.
Saat ini, banyak proyek properti
prestisius di kota-kota besar seperti
Jakarta menggunakan angkur
Fischer. Contohnya Ciputra World,
Hotel Ritz Carlton-Pacific Place,
Kuningan City, Kemang Village, dan
Belagio Residence. Dari penjualan
dan jasa pemasangan, Hendrik bisa
meraup omzet hingga Rp 30 miliar
per tahun.

Untuk menggapai kesuksesan
seperti sekarang, Hendrik harus
memulai dari bawah. Sekitar 10
tahun silam, ia harus meyakinkan
produsen Fischer di Jerman untuk
masuk ke Indonesia. Maklum, saat
itu, Fisher belum melihat Indonesia
sebagai pasar yang potensial.
“Susah meyakinkan mereka bahwa
kita mampu menjual produk
Fischer,” tuturnya.
Tapi, berbekal keyakinan bahwa
bisnis ini bisa berhasil, akhirnya,
Fischer memberi kepercayaan pada
Hendrik untuk memasarkan
produknya di Indonesia. Saat itu,
target utama Fischer adalah
proyek-proyek besar. Tapi,
belakangan, Fischer juga menyasar
pasar ritel.

Lahir dan dibesarkan dalam
keluarga China Betawi 37 tahun
silam, keluarga Hendrik memiliki
sebuah toko elektronik di Jakarta.
Meski begitu, dari sisi ekonomi,
kehidupan keluarganya relatif pas-
pasan. Orangtuanya menyekolahkan
Hendrik hingga Universitas Trisakti,
Jurusan Akuntansi.
Tapi, Hendrik tak bisa terus-
menerus mengandalkan
keluarganya. Apalagi, bisnis
ayahnya terus turun. Puncaknya,
pada tahun 1998, toko elektronik
itu bangkrut. Hendrik dan
keluarganya mulai membiasakan
diri hidup dengan fasilitas terbatas.
“Dulu, makan saya sampai sempat
dijatah,” kenangnya.
Untuk menyelesaikan kuliah,
Hendrik juga harus memutar otak
untuk mendapatkan tambahan duit.

Di saat seperti ini, kemampuan
bisnisnya kian terasah. Di awal
masa kuliah, ia menjual stiker bola
saat event Piala Dunia di sekeliling
kampus. Dari bisnis ini, ia bisa
mengantungi untung sekitar
Rp 200.000 sebulan.
Saat masih kuliah di semester
enam, Hendrik mulai melamar kerja
di perusahaan konsultan pajak. Di
sana, ia digaji berdasarkan hari
bekerja. Meski gajinya kecil,
hasilnya bisa ia gunakan untuk
biaya transportasi.
Tahun 1996, pria kelahiran 8 Mei
1974 ini melamar sebagai staf
akuntan di Pondok Indah Group.
Dengan gajinya, Hendrik bisa
membiayai kuliah sendiri. Tapi,
lantaran terlalu asyik bekerja, ia
tidak fokus kuliah. Ia butuh enam
tahun untuk mendapatkan gelar
sarjana.

Habis di tahun pertama
Selepas kuliah, di tahun 1998,
bersama tiga kawannya, Hendrik
terjun ke bisnis impor buku kuliah
dengan mendirikan PT Mitra Lestari
Pustaka. Modal awalnya Rp 50 juta.
Tapi, usaha ini tidak bertahan lama
lantaran kurang modal dan kalah
bersaing dengan pemain besar.
Pada tahun 2000, Hendrik
mendapat tawaran dari kakak
iparnya untuk terjun ke bisnis
distributor produk konstruksi.
Kebetulan, sang kakak itu lulusan
Jerman dan pernah bekerja di
bidang konstruksi bangunan selama
tiga tahun.

Dengan modal awal Rp 100 juta,
Hendrik dan saudaranya
mendirikan PT Bersama Bangun
Persada dan menjadi distributor
resmi Fischer. Ia membeli sebuah
rumah di Cakung sebagai kantor
dengan seorang karyawan untuk
mengurusi administrasi. Ia juga
membelanjakan sekitar Rp 6 juta
untuk membeli produk Fischer.

Setahun pertama, modal Hendrik
habis untuk promosi dan seminar
memperkenalkan produk Fischer.
Baru di akhir 2002, sebuah proyek
besar, yakni RS Siloam, Cikarang,
menggunakan Fischer. Nama
perusahaannya pun mulai dikenal.
Dari mulut ke mulut,
perusahaannya mulai menjadi
referensi pemilik proyek maupun
kontraktor.

Mulai tahun 2004, Fischer meminta
Hendrik menggarap pasar ritel.
Karena itu, ia memperkenalkan
merek (brand ) Mr Safety,
kependekan dari Mature, Reliable,
Safety, Achievement, Family,
Efficient, Teamwork, and Youth.
Saat ini, setiap tahun, Hendrik
menggarap puluhan proyek
properti. Nilai satu proyek bisa
mencapai puluhan juta rupiah
hingga Rp 5 miliar. Bahkan,
seringkali proyek tersebut “beranak
pinak” lantaran ada tambahan
bangunan baru.

Saat ini, Hendrik menjadi
distributor untuk tujuh merek,
yaitu Fischer, STO, Intumex,
Promat, Lifeline Descent, Hakken
Brand Series, dan Elco. Sebagian
besar produk itu merupakan
peralatan konstruksi dan
keselamatan.( Diade Riva Nugrahani)

sumber: http://peluangusaha.kontan.co.id/xml/hendrik-sang-mantan-akuntan-yang-sukses-berjualan-angkur-1

Andika, Umur Masih 23 Produknya Sudah Melanglang Mancanegara dan Omzet Bengkel Modifikasi Motornya Ratusan Juta

Muda dan memiliki kreativitas
tinggi. Itulah yang kira-kira bisa
menggambarkan sosok Andika
Kairuliawan, pemilik bengkel Balu
Oto Work di Yogyakarta. Pria yang
baru berusia 23 tahun ini memiliki
segudang potensi.
Meskipun memiliki latar belakang
Ilmu Teknik Informatika, ia malah
lebih sukses jadi pengusaha
otomotif. Selain menjadi pengusaha
otomotif, sehari-hari Andika juga
bekerja sebagai dosen mata kuliah
Informatika di Universitas Teknologi
Yogyakarta (UTY).
Tidak hanya itu, ia pun tengah
melanjutkan sekolah alias mengejar
gelar master di Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta.
Andika memulai bisnis otomotifnya
sejak tahun 2011. Bengkelnya
memiliki dua divisi, yaitu modifikasi
motor full body dan produksi
kepala motor dari bahan fiber
glass.
Andika bilang, bengkelnya bisa
memodifikasi motor jenis apa pun,
mulai motor bebek sampai motor
gede. Pelanggan hanya perlu
membawa mesin dan rangka motor
ke bengkelnya yang terletak di Jalan
Pramuka, Umbulharjo, Yogyakarta.
Ia menjamin, karyawan bengkelnya
bisa memodifikasi motor sesuai
keinginan pelanggan. “Misalnya, ada
pelanggan punya motor lawas tahun
90-an dan ingin menjadikannya
seperti motor baru, kami bisa bikin
sampai benar-benar jadi,” ujarnya.

Untuk modifikasi motor ini, Andika
mematok tarif Rp 7 juta – Rp 9 juta
per motor. Dalam sebulan,
bengkelnya menerima setidaknya 10
pesanan modifikasi.
Setiap pelanggan akan dilayani oleh
satu karyawan secara eksklusif.

Makanya, jika semua karyawan
sedang ada order, ia tidak akan
menerima pelanggan baru.
Meskipun bengkelnya ada di
Yogyakarta, Andika bilang,
pelanggan yang minta motornya
dimodifikasi bisa berasal dari
berbagai pelosok daerah. Pelanggan
luar Yogyakarta biasanya
mengirimkan mesin dan rangka
melalui jasa pengiriman.

Selanjutnya, ia akan berhubungan
via telepon atau email dengan
pelanggan untuk mengetahui
keinginan pelanggan.
Produksi kepala motor dari Balu
Oto Work tidak hanya dikenal
penggemar otomotif dari dalam
negeri.

Andhika sudah menjual kepala
motor berbahan fiber glass hingga
ke mancanegara, seperti Malaysia,
Singapura, dan India. Pasalnya,
kepala motor ini dijual secara
online, salah satunya melalui
Kaskus.
Tapi, ia juga memiliki dealer resmi
di luar negeri, yakni di Malaysia dan
Singapura. Balu Oto Work
memproduksi kepala atau bathok
motor dengan berbagai variasi.
Sebut saja, tokoh Optimus Prime
dari film Transformer, Kamen Rider,
Ghost Rider, hingga Alien. Ia
menjual kepala motor ini dengan
kisaran harga Rp 300.000 – Rp
600.000. Saban bulan, omzet
penjualan kepala motor saja bisa Rp
120 juta-an.

Berkat kreativitas ini, Andika
meraih beberapa penghargaan.
Contohnya, juara I dalam Lomba
Inovasi Bisnis Pemuda Kemenpora
2011, jawara Wirausaha Muda
Mandiri tingkat Jawa Tengah dan
DIY pada 2012.

Terjun ke bisnis modifikasi motor
bukanlah menjadi cita-cita awal
Andika Kairuliawan (23 tahun). Awal
bisnisnya ini dimulai dari rasa
kecewanya atas hasil modifikasi
orang lain yang pernah diorder di
Jakarta.

Andika merasa tidak puas dengan
hasil olahan tangan orang lain itu.
Ia juga mendengar ketidakpuasan
serupa dari teman-temannya yang
suka dengan modifikasi motor. Dari
sinilah, insting bisnisnya keluar.
Ia merasa ada ceruk pasar yang
besar dari bisnis modifikasi motor.
Ia bercita-cita untuk memenuhi
keinginan para penggemar motor
modifikasi.

Andika lantas mulai belajar
membuat kepala motor modifikasi
secara otodidak. Ia belajar
mengikuti pembuatan kepala motor
berbahan fiber glass yang
didapatnya dari situs Youtube.
Hingga akhirnya, ia memberanikan
diri membuka bengkel Balu Oto
Work pada Mei 2011 di Yogyakarta.

Untuk membuka bengkel, Andika
mengeluarkan modal sebesar Rp
800.000. Ia menggunakan modal itu
untuk membeli mesin kompresor
bekas yang digunakan untuk
mengecat bagian yang dimodifikasi.

Cetak kepala motor didapat dari
bahan-bahan yang sudah ada.
Sebagai awalan, Andika memasarkan
produk kepala motor hasil
modifikasinya lewat situs jual beli
online, di antaranya Kaskus.

Ia juga tak berhenti memasarkan
produknya secara langsung dengan
menggunakan ilmu pemasaran yang
didapatkannya dari pekerjaan
sebagai Audience Marketing
Manager untuk Microsoft
Innovation Center di Yogyakarta.
Tidak disangka, hasil olahan
tangannya menuai respon positif.
Pesanan untuk produk modifikasi
motor mulai berdatangan ke Balu
Oto Work. Ia pun harus merekrut
tambahan karyawan untuk
membantunya di bengkel.

Awal berbisnis, omzet Balu Oto
Work hanya mencapai Rp 2 juta per
bulan. Namun, sejak Andika
memenangi Lomba Inovasi Bisnis
Pemuda pada November 2011,
penjualan meningkat pesat.

Ia mulai menambah jumlah
karyawan karena permintaan kepala
motor dan order modifikasi terus
berdatangan. Kini, omzetnya
mencapai ratusan juta.

Andika mengkhususkan bengkelnya
sebagai produsen kepala motor
dengan karakter unik dari beragam
action figure. “Orang boleh
modifikasi motor di bengkel lain,
tapi kalau mencari kepala motor,
biasanya mereka pesan dari sini,”
ujarnya.

Bukan saja langganan kontes
otomotif, Andika juga sering
mengikuti pameran. Salah satunya,
ia menjadi perwakilan Indonesia
untuk International Auto Parts,
Accessories and Equip Exhibition
(INAPA) di JIEXPO Kemayoran pada
2012.

Ketika pameran berlangsung, ia
bertemu dengan warga Singapura
yang tertarik menjual produknya.
Sejak Juli 2012, produk modifikasi
motor Andika ikut dipajang di main
dealer di Singapura. Ia juga
memiliki main dealer di Malaysia.

Bisnis Andika terus berkembang.
Saat ini, ia memperkerjakan 28
karyawan di Balu Oto Work. Sekitar
40% karyawannya merupakan
orang-orang yang putus sekolah. Ia
rela memberikan pelatihan pada
mereka lantaran sulit menemukan
orang-orang yang mengerti betul
soal modifikasi motor.

Dalam perjalanan bisnisnya, Andika
sering menemukan hambatan. Salah
satunya, banyak orang meniru
produk kepala motor buatannya.
Namun, pria yang berprofesi
sebagai dosen itu tidak merasa
khawatir. Ia malah terpacu
menciptakan produk modifikasi
motor yang lebih inovatif dari
orang lain.

usianya yang masih relatif muda,
Andika Kairuliawan (23 tahun)
sukses menjadi pengusaha bengkal
modifikasi motor. Namun, ia tidak
ingin meninggalkan pengabdiannya
sebagai dosen di Universitas
Teknologi Yogyakarta (UTY).

Maklum saja, Andika sudah aktif
mengajar sebagai asisten dosen di
UTY semenjak duduk di semester
dua. Meski bebitu, keinginan
berwirausaha sudah timbul ketika
masih menjadi mahasiswa Teknik
Informatika UTY.

Melalui dukungan dan motivasi
yang diberikan kampusnya, Andika
pun bersemangat menekuni bisnis
otomotif. Meskipun tidak nyambung
dengan latar belakang kuliahnya, ia
mengaku bahwa kampusnya berjasa
dalam membentuk dia menjadi
seorang wirausahawan.

Makanya, semenjak menjadi dosen
di UTY, Andika kembali
menanamkan semangat wirausaha
pada mahasiswanya. “Saya
bersyukur karena UTY yang pertama
kali menanamkan pola pikir
berwirausaha pada saya,” kata dia.
Pekerjaan sebagai dosen juga
membantu Andika dalam bisnisnya.

Tidak jarang, ia harus mengajar
mahasiswa yang usianya lebih tua
dari dia. Dari situ, ia belajar untuk
berkomunikasi dengan pelanggan
yang usianya melebihi Andika.
Selain melanjutkan pengabdian
menjadi dosen, Andika pun ingin
produknya lebih dikenal lagi oleh
masyarakat. Salah satunya ialah
dengan mengikuti kompetisi.
Misalnya saja, kompetisi Wirausaha
Muda Mandiri. Kini, ia sudah
berada di jajaran finalis.

Ia berharap dengan ikut kompetisi
itu, kepala motor berbahan fiber
glass yang ia produksi makin
populer. Tidak hanya itu, Andika
berupaya terus berinovasi pada
produksi kepala motor buatannya.
Tahun ini rencananya, semakin
banyak karakter yang akan dijadikan
model kepala motor di Balu Oto
Work. Ia juga mendandani
pengendara motor dengan berbagai
aksesori. Di antaranya dengan
memproduksi sarung tangan dan
rompi.

Mimpi Andika tidak berhenti di situ.
Tahun ini, ia akan membangun 26
diler di beberapa provinsi di
Indonesia, serta lima diler resmi di
luar negeri, seperti Filipina dan
India.
Hal ini untuk memudahkan Andika
untuk memasarkan produknya.
Pasalnya, selama ini ia sendiri yang
menangani urusan pemasaran.
Padahal, orderan datang dari
berbagai daerah.

Andika juga berusaha membuat
pelanggannya merasa istimewa. Di
bengkel seluas 1.000 meter persegi,
ia selalu berusaha menjalin
komunikasi yang baik dengan
pelanggan.
Jika ada pelanggan yang ingin tubuh
motornya dimodifikasi, ia
menggunakan tanah liat sebagai
medium cetakan awal. Jika sudah
selesai, ia selalu membuang cetakan
itu agar tidak ada yang menyamai.
Untuk membuktikan bahwa
kepuasan pelanggan jadi nomor
satu baginya, Andika memberikan
jaminan produk. “Kalau ada
keretakan sedikit pun, apalagi ketika
dipasang, saya akan ganti tanpa
tambahan biaya,” ujarnya.

Andika juga tidak membedakan
pelanggan yang memesan eceran
maupun dalam partai besar. Semua
dilayani dengan maksimal. Baginya,
cara ini menjadi kunci sukses
pemasaran, khususnya promosi
getok tular. Ia sadar, pembeli
adalah raja.( Marantina )

sumber: http://mobile.kontan.co.id/news/mengembangkan-bisnis-andika-produksi-aksesori-3/2013/01/18

Marcell, Mantan Pegawai Bank Ini Kini Raup Omzet Milyaran dari Bisnis Sapi Perah dan Sapi Potong

Marcell Diaz sudah menekuni bisnis
peternakan sapi perah dan sapi
potong sejak tahun 2008. Dengan
luas lahan peternakan mencapai 20
hektare (ha), ia kini mengantongi
omzet hingga Rp 3 miliar per bulan
dari usaha peternakan ini.
Perkenalannya dengan dunia
peternakan berawal dari
keterlibatannya membenahi
peternakan milik saudara iparnya di
Kalimantan Barat pada tahun 2005.
Kala itu, kondisi peternakan saudara
iparnya itu nyaris bangkrut. “Waktu
saya ke sana, yang tersisa hanya
enam ekor sapi dengan grade C,”
tutur Marcell.

Saudaranya sudah tidak berniat
meneruskan peternakan tersebut
dan hendak menjual. Namun,
Marcell berpikir sayang jika
peternakan tersebut dijual.
Sebagai seorang tenaga ahli
pemasaran di sebuah bank asing
ternama di Jakarta, Marcell pun
membantu membenahi pengelolaan
peternakan sapi tersebut hingga
bisa pulih.
Marcell membantu melakukan
pembenahan, terutama dari sisi
keuangan yang memang dia kuasai.
Berkat bantuannya, akhirnya
peternakan itu bisa berkembang dan
berjalan hingga sekarang. “Dari situ,
saya belajar banyak mengenai
pengelolaan peternakan sapi,”
katanya.

Saat itu, Marcell masih belum
terjun ke bisnis peternakan. Ia
masih bekerja di bank asing di
Jakarta. Sampai suatu ketika, anak
keduanya mengidap penyakit
leukimia atau kanker darah.
Ia dan sang istri pun harus menjaga
anak mereka di rumah sakit secara
intensif. “Hampir setiap hari, kami
menginap di rumah sakit,” tutur
Marcell.
Merasa tak enak dengan tempatnya
bekerja karena sering izin, Marcell
dan istrinya yang juga bekerja di
bank asing memutuskan
mengundurkan diri dari jabatan
mereka pada tahun 2007.
Mereka fokus merawat anak hingga
tahun 2008. Lantaran sudah tidak
bekerja lagi, ia dan isterinya
memutuskan untuk hijrah dan
menetap di Kalimantan Barat.

Marcell pun terpikir untuk
membuka usaha sendiri supaya bisa
bekerja lebih fleksibel. Namun,
baru dua bulan berselang setelah
kepindahan mereka ke Kalimantan
Barat, anaknya yang mengidap
leukimia meninggal dunia. “Anak
saya adalah sumber inspirasi
terbesar saya dalam membangun
peternakan,” tuturnya.

Marcell terinspirasi membangun
usaha peternakan sapi perah agar
dapat menghasilkan banyak susu
sapi murni. Ia menuturkan,
perkembangan penyakit kanker
sangat tergantung pada imunitas
anak.
Sementara, sistem kekebalan tubuh
bisa ditingkatkan melalui susu sapi
murni yang benar-benar segar.

Maka, pada tahun 2008, Marcell
membangun peternakan sapi di
bawah bendera usaha PT Cesna
Agro Borneo.
Kini, luas lahan peternakannya
sudah mencapai 20 hektare yang
berpusat di Kalimantan Barat.

Sementara, cabang usahanya ada di
Tangerang dan Bandung.
Total sapi perah peliharaannya kini
mencapai 170 ekor yang mampu
memproduksi 1.500 liter susu per
hari. Sementara, jumlah sapi
pedagingnya sudah sebanyak 2.000
ekor. “Omzet saya Rp 3 miliar per
bulan,” ujarnya.

Sukses yang diraih Marcell Diaz
dalam membesarkan usaha
peternakan sapi penuh dengan lika-
liku. Banyak sekali hambatan dan
tantangan yang ditemuinya saat
awal-awal merintis usaha.
Terkait dengan modal usaha,
misalnya, permohonan kreditnya ke
bank tak kunjung dikabulkan.
“Pengajuan kredit saya seringkali
ditolak,” katanya.

Padahal, Marcell sangat
memerlukan bantuan modal buat
mengembangkan usahanya. Salah
satu kendala pencairtan kredit
karena pihak bank di Kalimantan
masih bergantung dari Jakarta
dalam pengambilan keputusan.

Meski usahanya memiliki prospek
yang cerah, tapi bank di sana tetap
tak berani memberi pinjaman jika
tak ada izin dari kantor pusat.
Agar komunikasi dengan kantor
bank pusat lancar, Marcell pun
pernah membiayai petinggi sebuah
bank dan tenaga ahlinya terbang
dari Kalimantan ke Jakarta. “Saya
biayai ke Jakarta, meeting sampai
tiga hari, tapi ternyata tetap tidak
ada solusi,” ujarnya.

Alhasil, Marcell pun batal
meminjam dana di bank tersebut.
Pernah juga ia mencoba
mengajukan proposal pinjaman ke
bank lain. Namun, dari total
pinjaman yang diminta, yang
dikabulkan hanya 1%. “Saya ajukan
pinjaman Rp 7 miliar, yang
diberikan hanya Rp 70 juta,”
tuturnya, sambil tertawa.
Ia mengaku, tetap mengambil
pinjaman itu namun segera
dilunasinya. Pinjaman itu adalah
satu-satunya pinjaman bank yang
pernah ia peroleh.

Selain terkendala modal, ia juga
kesulitan memperoleh tenaga kerja
yang mumpuni di bidang
peternakan. Meski begitu, ia tak
cepat menyerah dengan kondisi
yang ada. “Masalah terberat juga
terkait dengan sumber daya
manusianya,” tutur Marcell.
Karyawan yang bekerja di
peternakannya maksimal lulusan
sekolah menengah atas (SMA). Itu
pun ijazahnya kebanyakan kejar
paket C.

Selain berpendidikan rendah,
pengalaman para pekerjanya juga
minim. Marcell pun sering turun
tangan melatih para pekerjanya.
“Solusinya, saya yang belajar, lalu
saya terapkan ke para staf,”
ujarnya.

Marcell banyak menimba ilmu
melalui internet, membaca buku,
dan bertukar pendapat dengan
orang lain. Lulusan Pasca Sarjana
Ekonomi di Bond University,
Australia ini juga sering melakukan
studi banding.
“Sesekali saya mengunjungi
peternakan teman di Australia untuk
belajar,” ujarnya. Kebetulan,
sejumlah temannya di Australia
memiliki peternakan besar.

Melalui studi banding itu, ia banyak
mengambil pelajaran penting
seputar manajemen pengelolaan
peternakan secara modern. “Yang
membuat kami berhasil adalah
fighting spirit dan bantuan tangan
dingin istri,” ujar Marcell.

Sejak tahun 2008, Marcell Diaz
sudah menekuni bisnis peternakan
sapi perah dan sapi potong di
Kalimantan Barat. Ia terinspirasi
membangun usaha peternakan itu
agar bisa menghasilkan banyak susu
sapi murni.
Inspirasi itu dia dapat setelah salah
satu anaknya yang mengidap
leukimia meninggal dunia.

Menurutnya, perkembangan
penyakit kanker sangat tergantung
pada imunitas anak. “Imunitas anak
bisa ditingkatkan lewat susu sapi
yang benar-benar segar,” katanya.
Terlebih, di Kalimantan Barat
(Kalbar) belum ada peternakan sapi
yang fokus memposisikan diri
sebagai penyedia susu sapi segar.
Padahal, permintaan masyarakat
cukup tinggi.

Makanya, sejak awal Marcell
berambisi menjadi penyedia susu
sapi segar terbesar di Kalbar. Ia
menargetkan, keinginannya itu
sudah bisa terealisasi tahun ini
juga. “Saya ingin pengembangan
peternakan sapi ini posisinya ke
sapi perah,” tutur Marcell.
Sampai saat ini, peternakan sapinya
belum sepenuhnya fokus ke sapi
perah. Soalnya, ia juga masih
mengembangkan peternakan sapi
potong. Ke depan, porsi sapi perah
akan dia tingkatkan.

Sekarang, Marcell baru memiliki
170 ekor sapi perah. Dalam sehari,
seekor sapinya bisa menghasilkan
10 liter hingga 40 liter susu.
Dengan 170 ekor, paling tidak bisa,
dia menghasilkan 1.500 liter susu
dalam satu hari.
Marcell telah mengkalkulasi, bahwa
kebutuhan masyarakat Kalbar
khususnya anak-anak sekolah dasar
akan susu sapi paling tidak 6.000
liter per hari. “Saya harus bisa
memenuhi kuota sebesar enam ton
susu sapi di tahun 2013 ini,” imbuh
dia.
Jumlah tersebut bukan sekadar
target. Melainkan, harus dia penuhi
lantaran sudah terikat kontrak
dengan Pemerintah Provinsi Kalbar.

Dalam kontrak itu, ia menyanggupi
untuk menyediakan susu sapi segar
sebanyak 6 ton sehari.
Menurut Marcell, meningkatkan
produksi susu sapi segar hingga
hampir empat kali lipat, jelas bukan
perkara yang gampang. “Butuh
strategi, kecukupan dari sisi
finansial, peralatan, dan tenaga
kerja,” tegasnya.

Untuk itu, ia telah menyiapkan
sejumlah rencana. Dari sisi
finansial, sebagai diversifikasi,
Marcell pun menyediakan sapi
pedaging di peternakannya. Dia
memiliki 1.000 hingga 2.000 ekor
sapi pedaging di peternakannya.
Daging-daging sapi tersebut
kebanyakan ia ekspor ke Malaysia.
“Harga jual ke Malaysia lebih
tinggi,” akunya. Meski begitu, tetap
ada sebagian daging yang dia jual
ke wilayah Jabodetabek, Bandung,
dan Kalimantan.

Selain itu, Marcell juga tengah
melebarkan usahanya ke sektor
properti. Ia telah memiliki sejumlah
lahan yang akan ia dirikan properti.

Sedang dari sisi sumber daya
manusia (SDM), ia terus
meningkatkan keterampilan para
karyawannya.
Untuk bisa sukses dalam sebuah
bisnis, dia memberi tip: perlu
pengetahuan mengenai produk yang
dipasarkan alias product knowledge.

Apalagi, bila produknya tergolong
berisiko seperti susu segar.
Sebab, susu sapi segar maksimal
hanya bertahan selama 14 hari
dengan suhu -4 derajat Celcius.
Sementara, jika ia memproduksi
susu kental manis atau susu bubuk,
produknya bertahan paling tidak
satu tahun.

Namun, susu sapi segar jauh lebih
baik karena kandungan di
dalamnya, seperti vitamin, kalsium
dan sebagainya, masih murni dan
bukan tambahan. Dengan product
knowledge yang baik, Marcell yakin
bisa bersaing di pasar susu.( Revi Yohana)

sumber: http://mobile.kontan.co.id/news/marcell-berambisi-jadi-pemasok-susu-terbesar-3/2013/01/21